gantungkan setinggi bintang kejora
Dahulu pada saat masih mengenakan rok kotak-kotak merah di bilangan Wolter Monginsidi, hanya satu keinginan saya : jadi dokter hewan. Atau mungkin jadi detektif karena kecintaan yang mendalam pada Papa Poirot. Rasanya setiap mengisi "buku kenangan" pasti saya tulis sekitar itu ( ada yang masih punya buku kenangan yang saya isi?).
Berubah pada saat penjurusan SMA, dengan rok kotak-kotak yang sama tapi beda model. Saya masih ingat almarhun Pak Pram, guru matematika bertanya, " Kamu mau masuk A berapa? nilai-nilai mata pelajaran eksaktamu kurang untuk masuk A1 atau A2, mau masuk A3? Nanti perlu perbaikan buat matematika". Saya yang keras kepala, cuma berminat masuk A2 (terus jadi dokter) atau A4 (terus jadi desainer). Cukup jelas, saya memilih masuk A4, budaya.
Kemudian perjalanan hidup mengalir sedikit terantuk kerikil dan lahar beberapa kali. Selama darah masih mengalir, jantung masih berdegup, saya jalan terus.
Sepanjang jalan, ternyata mengajar adalah hal yang tidak terbayar. Begitu menyenangkan membimbing anak-anak atau orang lain. Maka hasrat untuk menjadi dosen,merupakan ambisi yang ingin benar diwujudkan.
Seminggu yang lalu, seorang rekan kerja bertanya:
"sebenernya apa sih cita-cita lo?".
DANG
langsung saya flashback ke tahun 1996, ketika belajar menggambar suasana di suatu aula SD di Bandung (apa kabar anak-anak Spektra?). Ketika diminta menggambar cita-cita...kira-kira gambarnya seperti itu.
indah sekali..mengurus suami dan anak-anak...bisa berkarya..kadang-kadang berpameran...beberapa kali seminggu mengajar....bisa latihan capoeira.....
ah
impian