pilihan semu
Jikalau boleh memilih realitas mana yang boleh kupilih.
Realitas mana yang bisa memabukkan, memecahkan kepala,
tapi bersimbah air mata dan peluh tak guna.
Realitas mana yang bisa diraba, disentuh hingga raga ini murka.
Maka aku hanya ingin bermimpi dalam selimut.
Selimut yang merengkuh SEMUA realitas.
sehingga semua menjadi semu
semu
bergerak pelan menjadi ilusi
ah bukan
ini fatamorgana belaka
bolehkah aku memilih?
Sayangnya realitas itu sadis.
Dia menamparku dengan pedas, tepat di pipi kanan.
Tangannya kasar penuh kapal
rupanya ia harus sering menampar.
TAMPAR AKU LAGI!!
karena jika kepalaku pusing karena tamparanmu yang kesekian..
hanya hampa yang dapat kupikirkan
hingga aku tak perlu memilih.
Realitas mana yang bisa memabukkan, memecahkan kepala,
tapi bersimbah air mata dan peluh tak guna.
Realitas mana yang bisa diraba, disentuh hingga raga ini murka.
Maka aku hanya ingin bermimpi dalam selimut.
Selimut yang merengkuh SEMUA realitas.
sehingga semua menjadi semu
semu
bergerak pelan menjadi ilusi
ah bukan
ini fatamorgana belaka
bolehkah aku memilih?
Sayangnya realitas itu sadis.
Dia menamparku dengan pedas, tepat di pipi kanan.
Tangannya kasar penuh kapal
rupanya ia harus sering menampar.
TAMPAR AKU LAGI!!
karena jika kepalaku pusing karena tamparanmu yang kesekian..
hanya hampa yang dapat kupikirkan
hingga aku tak perlu memilih.
1 Comments:
hamba belum arif, tapi selalu mengharapkan mukjizat
By Anonymous, at 3:19 PM
Post a Comment
<< Home